Kamis, 17 April 2008

Menyusuri kenikmatan di pataya

ll night is saturday night! Mungkin tepat rasanya jika disandangkan terhadapkota yang letaknya 115 kilometer dari Bangkok, Ibukota Thailand ini. Dia adalah Pattaya, kota yang menyajikan keindahan alam dan tentunya kehidupan malam.
Hampir setiap malam kota ini penuh dengan gemerlap lampu disko serta gemulai gadis Thailand yang meliuk-liuk di tiang-tiang bar. Sapaan serta senyuman nakal seakan menjadi hal yang lumrah untuk menarik para wisatawan asing yang ingin mereguk kehangatan malam.
Saat diberikan kesempatan berada di Pattaya, Thailand, saat launching ban Wrangler HP AW Goodyear, wartawan detikcom Maryadi sempat berjalan berkeliling dengan menggunakan bus hotel.


Tampak sekali dari hanya beberapa meter saja, para gadis yang berwajah Asia dan oriental berjajar di depan bar. Mereka tampak asyik bercengkerama dengan sesama rekan mereka, kadang memainkan HP sambil menunggu tamu yang datang.
Di beberapa bar juga tampak para gadis yang rata-rata berambut panjang menari-nari dan berputar di tiang bar. Tampak di antara penari itu, turis-turis bule yang semuanya laki-laki tampak asyik mengobrol dengan ditemani para gadis dan tentunya minuman beralkohol. Sesekali mereka berpelukan sembari berciuman di tengah keramaian malam.
Begitu juga para gadis yang tampak cuek meliuk-liuk di tiang bar walaupun gerakan mereka akan menjadi perhatian orang-orang menyusuri jalan di Pattaya. Memang para gadis ini masih berpakaian tergolong sopan walaupun hanya menutupi sekedarnya.
Namun aksi nude atau bugil para penari ini akan bisa dilihat di dalam bar yang memulai pertunjukan pada jam-jam tertentu. Sangat mudah untuk mencarinya, karena di Pattaya dijual bebas majalah yang mempertontonkan tubuh mulus para penarinya sekaligus memberi informasi mengenai jadwal para penari itu show dan tempatnya. Majalah ini biasanya banyak dijual di hotel-hotel yang berada di Pattaya.

Tak terhitung banyaknya kafe-kafe atau bar seperti ini di Pattaya, begitu pula para wanita penghiburnya. Di sana-sani suara musik disko bergenre house tampak saling bersahutan antara satu bar dengan bar lainnya. Walaupun terdengar aneh bagi telinga karena lagu tersebut berbahasa Thailand yang kurang dimengerti para turis, namun rasanya itu tak menjadi masalah. Mereka pun tetap merayapi kehidupan malam di kota wisata malam ini.
Memang geliat Pattaya baru akan terlihat pada malam hari, mungkin ini juga yang menjadi daya tarik wisatawan asing. Jadi tidak salah jika ada anggapan All Night Is Saturday Night. Sebab saat weekday pun kawasan ini tetap ramai dengan kehidupan malamnya.

Pakailah Bahasa Kalkulator

Selain kehidupan malam, Kota Pattaya juga menyiapkan cinderamata khas Thailand. Namun, keterbatasan bahasa menjadi kendala, karena hampir seluruh pedagang di kota ini tidak mengerti bahasa Inggris. Kalkulator pun menjadi bahasa yang universal.
Ini terbukti ketika wartawan detikcom Maryadi berada di Pattaya pada Selasa 20 November 2007 malam mencoba menawar sebuah kaos di salah satu pinggiran jalan kota tepi pantai ini.
Saat tengah memilih barang-barang, si penjual yang kebetulan wanita setengah baya lalu berbicara dengan bahasa Thailand yang tentu saja sulit dimengerti. Maklum karena penjual ini mengira detikcom adalah penduduk Thailand.

Kesulitan berbahasa saat menawar ini, akhirnya dipahami oleh penjual dengan menyodorkan sebuah kalkulator bertuliskan angka 200. Artinya harga kaos itu senilai 200 bath atau sekitar Rp 60 ribu jika kursnya dipatok Rp 300 per 1 bathnya. Tawar menawar pun akhirnya terjadi dengan saling bergantian menyodorkan kalkulator.
Ternyata tak hanya di penjual cinderamata yang berada di pinggir jalan saja yang tidak mengerti bahasa Inggris. Namun juga bagi penjual yang berada di sebuah mal di Kota Pattaya. Tetap saja memakai kalkulator sebagai bahasa untuk tawar menawar.
Untuk membeli oleh-oleh di Kota Pattaya ini, haruslah pandai-pandai menawar. Sebab jika tidak jeli dan mencari komparasi harga, maka menjadi hal yang wajar jika mendapatkan oleh-oleh dengan harga yang mahal.
Namun jika cukup alot menawar, tunggu saja muka sewot dari penjual itu yang berpaling muka dari pembeli begitu saja saat tawar menawar. Ini terjadi saat detikcom memperhatikan seorang wisatawan asing yang menawar harga barang itu 1 kali lipat lebih murah dari harga yang ditawarkan.

Jadi jika pergi ke Pattaya, pandai-pandailah menawar harga. Jika tidak, Anda mungkin akan mendapatkan harga yang cukup mahal untuk sebuah suvenir yang mungkin biaya produksinya tidak terlalu besar.
Tapi jika ragu, pergilah ke supermarket yang menjual berbagai macam oleh-oleh panganan maupun cinderamata dari Thailand. Hanya di supermarket inilah kita bisa mendapatkan harga yang memang layak. Namun kadang di supermarket bisa juga mendapatkan oleh-oleh lebih mahal dari harga di kaki lima.

Bus ‘Nano-nano’, Trik Jerat Turis

Pada era tahun 1980-an Jakarta pernah memiliki bus tingkat. Nah, bus tingkat ini ternyata menjadi moda angkutan para turis di Pattaya. Naik bus ini, jika di lantai atas maka akan lebih leluasa memandang kota di Thailand.
Bus tingkat khas Pattaya ini tentunya memiliki fasilitas yang sama dengan bus eksekutif pada umumnya. Tentu saja, karena bus ini disiapkan untuk para turis berkeliling ataupun mencapai suatu tujuan. Maka bus memiliki fasilitas AC dan tempat duduk yang cukup empuk.
Karena dikhususkan untuk turis, maka bus ini dicat ‘nano-nano’ alias berwarna-warni dengan dominasi warna-warna terang seperti merah, biru, ungu dan warna cerah lainnya. Tak hanya tampak pada eksterior bus yang bercat warna-warni, interior bus ini juga memiliki warna terang.
Bus ini biasa disewa oleh pihak biro perjalanan, hotel ataupun rombongan wisata untuk mengangkut para turis. Wartawan detikcom, Maryadi saat berada di Pattaya bersama wartawan lainnya se-Asia Pasifik ikut merasakan bus ini saat launching ban Wrangler HP AW produksi Goodyear, Selasa 20 November 2007.
Karena posturnya yang cukup tinggi dan besar jangan berharap mendapatkan kenyamanan serasa kendaraan pribadi di bus ini. Getaran dan guncangan bus ini cukup terasa terutama saat melewati jalan yang kurang rata.

Kendaraan jenis ini jumlahnya cukup banyak di Pattaya. Hampir di setiap jalan kota Pattaya terlihat bus tingkat ini. Jenis bus tingkat yang memiliki mesin penggerak di belakang pun sangat beragam. Sebab detikcom sempat menjumpai sebuah bus bertingkat juga yang ternyata tingginya lebih rendah dari bus yang mengangkut kami ke Sirkuit Internasional Bira, Pattaya.
Selain bus tingkat, Kota Pattaya juga memiliki angkutan khusus sebuah truk yang memiliki tempat duduk serta atap. Untuk menikmati, moda angkutan ini, cukup dengan mengeluarkan uang sebesar 20 bath saja atau sekitar Rp 6000. Dengan uang sebesar itu, kita sudah berkeliling Kota Pattaya. (detikcom)