Sebagian wanita percaya bahwa dengan merangsang area misterius dalam vagina ini dapat menimbulkan orgasme yang luar biasa. Jika seorang pria secara tak sengaja menemukan G spot, orgasme yang hebat akan dapat mereka rasakan. Namun pada sesi berikutnya, belum tentu titik G spot akan mudah ditemui.
Sejauh ini, para ahli belum dapat menemukan sebuah metode ilmiah yang menentukan secara pasti letak titik paling sensitif ini. Bahkan eksistensi G spot sendiri menjadi perdebatan sejak 1980-an ketika istilah ini menggelinding sebagai wacana yang dapat menjelaskan mengapa beberapa wanita mampu mencapai orgasme lewat stimulasi vagina, sedangkan beberapa wanita lainnya tidak bisa.
Sajumlah ahli seks juga mengklaim bahwa istilah G spot justru telah menimbulkan problem kecemasan di antara para wanita yang belum dapat mencapai kepuasan seksual, termasuk pasangannya.
Walaupun masih kontroversi, penelitian tentang G spot tidak pernah berhenti. Seperti dimuat edisi terbaru majalah New Scientist, para ahli dari Universitas L´Aquila di Italia baru-baru ini mengklaim telah berhasil mendeteksi letak sebuah jaringan tebal pada vagina yang diduga sebagai G spot. Temuan ini juga dipublikasikan dalam jurnal Sexual Medicine.
Dengan melibatkan sebanyak 20 wanita, riset yang dipimpin oleh Dr Emmanuele Jannini berhasil menentukan posisi G spot dengan menggunakan metode ultrasound. Teknik ini dapat menentukan ukuran serta bentuk sebuah jaringan tebal di luar ¨dinding depan¨ vagina yang diduga merupakan letak G spot.
Pada sembilan wanita, yang selama riset dilaporkan mengalami orgasme melalui rangsangan vagina, jaringan yang letaknya antara vagina dan uretra - saluran tempat mengeluarkan urin - ini rata-rata lebih tebal dibandingkan 11 wanita lainnya yang tidak mampu mencapai orgasme melalui rangsangan serupa.
¨Untuk pertama kalinya, ada metode yang memungkinkan untuk menentukan dengan mudah, cepat dan murah bahwa wanita memiliki area G spot atau tidak,¨ ungkap Dr Jannini.
Walau pun Jannini yakin dengan temuannya. Dr Tim Spector dari St Thomas Hospital di London memiliki pendapat berbeda. Dalam New Scientist, Spector berargumen bahwa jaringan yang tebal ini mungkin saja sebenarnya hanya bagian dari klitoris, salah satu bagian genital wanita yang juga dikenal sangat sensitif.
Dugaan lain yang muncul adalah fenomena jaringan tebal ini lebih disebabkan oleh seringnya wanita mengalami orgasme. Dengan frekuensi orgasme yang berulang atau sering, mungkin akan menyebabkan pembentukan otot yang lebih baik pada jaringan tersebut.
Sementara itu Dr Petra Boynton, seorang psikolog seks dari Universitas College di London mengatakan bahwa seluruh industri saat ini telah berkembang di sekitar masalah G spot. Menurutnya, sungguh tidak berguna untuk mengatakan bahwa wanita yang tidak mampu menemukan area G spot mengalami ¨disfungsi¨.
¨Kita semua tentu berbeda. Beberapa wanita memiliki beberapa area tertentu dalam vagina yang sangat sensitif, dan beberapa lainnya tidak. Namun mereka tidak perlu menyebut area ini sebagai G spot. Jika semua wanita menghabiskan waktunya untuk mencemaskan apakah dirinya normal, punya G spot atau tidak, ia akan hanya terfokus pada satu area dan menghiraukan yang lain,¨ ungkap Boynton.
¨Ini akan meyakinkan kepada masyarakat bahwa hanya ada satu cara terbaik untuk melakukan seks, yang tentunya hal ini tidak tepat untuk dilakukan,¨ tegasnya.